16 Jul 2018

Memetik Banyak Hal dari Kisah Dilan dan Milea

"Jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang!"

Kamu udah kenalan belum sama Dilan-Milea dari Pidi Baiq? Aku rasa sebagian besar udah kenalan, termasuk kamu mungkin yang enggak sengaja terdampar ke sini salah satunya. Minimal udah nonton filmnya, atau jangan-jangan punya koleksi novel triloginya?
Kalau aku, aku baru kenalan lengkapnya beberapa hari lalu melalui iPusnas. Karena di iJakarta stoknya habis, antriannya banyak pisan. Enggak tahu kenapa dari dulu merasa penasaran sama Dilan-Milea ini gara-gara kutipan yang disebar teman dan kalimatnya terasa ajaib, enggak biasa menurutku. Dan tentu saja aku suka. 

Dilan, dia adalah Dilanku Tahun 1990.
Aku juga sempat baca separuh yang Dilan, dia adalah Dilanku Tahun 1990, tapi pas ke toko buku malah beli yang lain. Terserah kau mau berpikir aku bagaimana, mau bilang apa. Karena ya ini aku, kadang suka tergoda dengan yang baru kulihat walau sudah ada yang kutandai.

"Milea, kamu cantik. Tapi, aku belum mencintaimu, enggak tahu kalau sore. Tunggu aja."

Nah, dengan kalimat-kalimat ajaib dan gaya bercerita yang ringan, asyik dan kisah yang manis dengan setting waktu tahun 1990 di Bandung, aku enggak perlu waktu lama untuk menamatkannya. Belum lagi puisi-puisi Dilan yang dicantumkan Milea membuatku ikutan jatuh cinta pada sosok Dilan.

"Jangan rindu, berat. Kamu tidak akan kuat, biar aku saja."

Dalam buku pertama, di mana Dilan lagi pedekate ke Milea, ini benar-benar membuatku ingin diperlakukan sebagaimana Milea. Diperlakukan dengan cara yang enggak biasa. Mungkin kalau ditarik ke zaman sekarang, bakal unik dan seru juga. Dari mulai diramal, tiba-tiba datang ke rumah membawa undangan, cokelat yang dititipkan ke tukang koran juga petugas pln, disamperin ke kelas, sengaja pindah barisan, bilang suka tapi enggak langsung ke orangnya malah ke cowok yang juga posisinya suka ke Milea, hadiah ulang tahun TTS yang udah diisi, dan dibawain tukang pijit pula. Kemudian ditelpon dengan percakapan yang enggak membosankan kayak ditanya, "lagi apa, udah makan atau belum." 

"Aku sakit. Mungkin karena kecapean. Meski bingung capek karena apa. Enggak tahu, lah, dokter bilang begitu. Jangan berdebat, nanti jadi malah tambah sakit. Udah, percaya aja."

Semua serba enggak biasa. Dan lebih enggak biasanya lagi karena Dilan punya jabatan panglima tempur di geng motornya. Tapi di sinilah menurutku, kisah keduanya semakin menarik. Ditambah para penghalang macem Beni, Anhar, Susi, Nandan, dan Kang Adi. Belum lagi peran kedua orangtua mereka yang menurutku oke. Termasuk bagaimana Milea (si pemakan lumba-lumba) berkenalan dengan bundahara nya Dilan. Semua pas pada porsinya membuat kisah Dilan & Milea di buku pertama jadi membekas di hati dan pikiran. Lalu penasaran dengan kelanjutannya.

Dilan 2, dia Adalah Dilanku Tahun 1991

"Kalau kamu bohong, itu hakmu. Asal jangan aku yang bohong ke kamu."

Di buku kedua ini, cerita tentang Dilan-Milea yang sudah jadian di warung bi Eem dengan proklamasi jadian bermaterai walaupun kemudian ... . Setelah jadian, tentu saja enggak serta merta semuanya jadi lebih indah, lebih mudah, dan lebih manis. Karena nyatanya jadian enggak seindah pedekate. Udah lah minta dilamar aja daripada diramal. Tokoh penghalangnya pun bertambah. Belum lagi Milea yang berubah jadi orang yang sebagian kecil kalau udah jadian jadi mengekang dan mudah emosian atas dasar rasa sayang. Nanti, kamu jangan begitu ya.

"Ah, aku bersyukur punya ibu yang berpikiran terbuka. Aku bersyukur punya ibu yang bisa melihat lebih dari satu cara pandang di dalam menilai sesuatu. Aku bersyukur punya ibu yang bisa menerima orang lain tanpa banyak prasangka dan tidak asal menilai."

Jujur, aku lebih suka buku pertama di mana ada lebih banyak kebahagiaan sekaligus kerumitan yang seimbang. Di buku kedua ini, walaupun ada bahagianya, apa yang diceritakan Milea lebih banyak sedihnya, lebih banyak membuatku jadi pengin ikutan nangis. Apalagi pas Akew kemudian bu Rini meninggal. Aku turut kehilangan. 

"Memang tidak salah untuk berharap, tapi aku harus tahu kapan berhenti! Aku tidak bisa terus menjalani hidupku dengan terjebak di masa lalu."

"Aku mencintaimu, biarlah, itu urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu!"

Milea, suara dari Dilan

"Hidupku adalah ceritaku. Diriku adalah diriku, baik ketika sendiri atau ketika bersama orang lain. Aku tidak tertarik untuk mengubah seseorang agar sama dengan diriku, dan jangan ada yang mengubah diriku agar sama dengan dirimu."

Dalam buku ketiga kisah Dilan-Milea yang dikisahkan oleh Dilan yang enggak seniat Milea karena katanya enggak punya waktu buat nulis sendiri. Boleh dikatakan kalau menurutku, ini hanya penyempurnaan dari apa yang kurang jelas dari Milea. Dari apa yang sebenarnya Dilan rasakan padanya pada saat itu tapi ada beberapa yang Lia enggak tahu.

"Semuanya akan tua, semuanya akan mati, kamu juga."

Walaupun kalimat eh narasinya lebih panjang ketimbang percakapannya, beda sama versi Milea, tapi tetap saja aku penasaran menyelesaikan kisah Dilan-Milea versi Dilan ini. Karena dari sini aku jadi tahu ada banyak sekali kebenaran yang terlewatkan oleh keduanya. Ada soal Gunar dan Chika yang nama panjangnya unik. Juga soal Milea yang diam-diam belajar membuat puisi seperti Dilan.

"Katanya, bukan nama kampusnya yang harus dijunjung, tetapi ilmu pengetahuannya yang harus disebarkan. Ini menjadi bukan tentang apa yang kau miliki, tetapi tentang apa yang kau lakukan di manapun berada!"

Selain narasi yang lebih panjang, buku ketiga ini pun banyak kata dan kalimat yang agak menganggu. Semacam, katanya. Lalu "seperti yang sudah Lia jelaskan dibuku sebelumnya." Otomatis beneran harus baca keduanya baru ke sini.

"Dan sekarang, yang tetap di dalam diriku adalah kenangan, disanalah kamu selalu."

Film Dilan 1990

Ketika membaca sebuah novel, atau cerpen, maka dari situ ku akan membayangkan seperti apa tokohnya. Tentu saja termasuk Dilan, Milea, dan seluruh tokohnya. Kamu juga begitu, bukan? Jika iya, maka kemungkinan sosok hasil membayangkannya akan berbeda. Dan itu biasa, bukan? Maka jika diangkat ke layar lebar dan pemerannya tak sesuai ekspektasimu. Ya udah terima saja.

Jujur nih, aku lebih suka ketiga bukunya daripada filmnya. Bukan, bukan karena pemeran tokoh-tokohnya. Karena jujur juga, film ini menghibur, membuatku tersenyum oleh Dilan & Milea. Dan OST nya enakeun. Bedanya, ada beberapa bagian yang jadi kurang. Gantung gitu. Kayak perannya Wati, Kang Adi, Airin, Disa, dll. Itu menurut pendapatku, jika berbeda denganmu harap dimaklumi. Karena seperti yang dikatakan Milea dan Dilan di bukunya masing-masing soal beda pendapat itu intinya gak pa-pa dan tetaplah saling menghormati perbedaan pendapat itu.

Terakhir,

Banyak hikmah eh pembelajaran dari kisah Dilan-Milea ini. Bukan sekadar romantis ala Dilan yang enggak biasa. Tapi ada juga bagaimana tentang menjunjung solidaritas persahabatan. Tentang menghargai wanita. Tentang bagaimana orangtua mengajarkan nilai-nilai baik, memberikan kasih sayang dan tidak langsung menghakimi sang anak atas apa yang diperbuatnya. Lalu jangan menyelesaikan masalah dengan berantem apalagi menyimpan dendam dan berniat balas dendam. Jangan sampai amarah membuat orang lain kehilangan nyawanya padahal korban salah sasaran.

Dari kang Adi pun ada yang bisa dipetik. Jangan jadi manusia yang memuji-muji diri sendiri karena itu malah membuat orang lain males sama kamu. Dan janganlah jadi menyebalkan kayak Beni, Anhar, Engkus, Yugo, Susi, Pak Edy apa Dedi kok aku lupa.

Dan Dilan pun, ada hal-hal baik yang bisa ditiru darinya. Walaupun anak geng motor pada zamannya dan berstatus panglima tempur, dan ke sekolah cuma bawa buku satu. Setidaknya Dilan tetap rangking di kelasnya, bisa terpilih mewakili cerdas cermat dari kelasnya walaupun dia enggak niat jadinya. Dilan juga rela mengerjakan tugas Milea.

Dari Dilan-Milea juga, kujadi semakin diingatkan soal porsi masa lalu. Jangan sampai terjebak di sana. Tapi jangan pula ditolak karena ya bisa jadi pembelajaran. Dari mereka juga ku diingatkan untuk jangan berprasangka sendiri, jangan menganggap apa yang terlihat sebagai jawaban tanpa berusaha mengorek keterangan dari orangnya langsung. Supaya enggak terjadi kesalahpahaman dan kesimpangsiuran info yang berujung sama-sama masih sayang, masih mengharapkan tapi mengira orangnya udah move on.

Kata Dilan, jangan datang kepada wanita untuk membuatnya mau, tapi datanglah untuk membuatnya senang. Dan kuberharap kelak menemukanmu yang begitu, bisa membuat senang, tenang, nyaman, menghargai wanita ditambah menjadi suami dan seorang ayah yang bertanggungjawab, menafkahi keluarganya dengan baik dan benar.

Dan jikalau ada yang masih suka ribet nanya kapan nikah? kapan nyusul? kupunya jawaban baru dari Apud yang diceritakan Dilan. Jawabannya adalah "itu rahasia Allah."

Sekian.

Ket : gambar merupakan hasil tangkapan layar dari iPusnas.

2 comments

  1. Tahu novel Dilan-Milea ini sebenarnya sudah lama dari teman cewek yang hobi banget bawa bukunya di kelas. Tapi waktu itu kirain cuman novel lewat aja, eh ternyata cerita udah dijadiin film. Pengen sih baca bukunya tapi pikiran saya udah lebih dulu kontaminasi dengan komentar kalau film Dilan yang katanya alay untuk anak remaja. Jadinya saya urungkan deh niat baca novel dan nonton filmnya, tapi dari beberapa kutipan yang kesebar di medsos, saya juga setuju sih kalau kayaknya nih Dilan emang bakat banget ngegombal dalam puisi dan tindakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heheu baik film ataupun novel, itu kembali ke penilaian masing-masing sih.

      Kalau aku walaupun ada yang bilang begini begitu, selama masih penasaran pengin baca ya tetep dicari dan dituntaskan.

      Iya, ngegombal dan berpuisi dengan cara yang beda dengan orang lain. Dan tindakannya lebih nyata 😂

      Delete

Tinggalkan komentar ya, supaya aku bisa mengujungi situs milikmu. Diharapkan jangan menyimpan link hidup di kolom komentar karena otomatis akan dihapus. Terima kasih :)
EmoticonEmoticon