4 Nov 2014

Antologi ke 29


14 Oct 2014

Antologi ke 28


14 Sept 2014

Antologi ke 27


Antologi ke 26


17 Aug 2014

Saat Cinta Lupa Pulang

          Oleh : Ge Maulani
 
        Seperti biasanya, naskah cerpen gue gak lolos seleksi dan itu udah biasa banget buat gue, biasa gak lolos hehehe. Tak apalah gue menulis karena sekedar menyalurkan hobi dan kegalauan gue aja kok. Sekalian sambil ngisi waktu senggang. Dan sudah dua minggu ini gue lagi sibuk sama kehidupan di dunia nyata. Mencari rupiah yang terasa sekali susahnya. Tapi setidaknya gue bisa move on dari yang namanya source code dan segala sesuatu yang berkaitan sama jurusan yang gue ambil saat kuliah dulu. Eh kok jadi curhat gini ya? hahaha. Baiklah sekarang gue akan mempersembahkan sebuah cerpen tentang cinta-cintaan dan galau-galauan. Mohon maaf jika ada nama, tempat atau kejadian yang sama karena ini murni hasil pemikiran gue. Jika ada yang ingin berkomentar gue persilahkan dengan senang hati.


Hari bahagia itu akan segera tiba. Dua hari lagi kehidupannya akan kembali berputar bahkan terus berputar bersama Almond. Cincin berwarna perak dengan ukiran nama Almond telah melingkar dijari manisnya sejak dua bulan lalu. Dia tak ingin menunda-nunda lagi seperti tiga tahun lalu. Dia tak ingin kehilangan lagi, menunggu lagi, dan membiarkan separuh jiwanya kembali pergi. Semua persiapan untuk acara resepsi pernikahan telah selesai dibuat. Tak kurang dari dua ribu undangan telah disebar seminggu yang lalu. Kini, dia tak perlu lagi bermimpi untuk menjadi seorang pengantin. Semuanya akan segera terwujud. Gaun yang telah dirancangnya sendiri tiga tahun lalu akan menjadi saksi cinta mereka yang abadi.
            “Non, ada yang nyariin di depan,” wajah mbok Sri nampak menengang.
            Chacha tersenyum manis “Pasti Almond ya, mbok? Dia nggak sabaran banget sih … padahal kan kita lagi dipingit1
         Mbok Sri hanya terdiam dengan mata yang mulai berembun, wanita paruh baya itu membiarkan Chacha untuk menemui tamunya. Tamu yang akan membuat mata sipitnya membulat, jantungnya berdebar, bahkan seluruh tubuhnya akan bergetar. Tamu yang mungkin menghancurkan kembali hatinya bahkan semuanya.
            “Hai, Al!”
            Senyuman yang menghiasi bibirnya berangsur memudar bahkan menghilang dalam sekejap. Sosok laki-laki yang berada dihadapannya bukan Almond, dia bukan Almond. Dadanya kembali terasa sesak, seluruh oksigen seakan menghilang dari hidupnya. Luka yang selama ini berusaha disembuhkannya kembali muncul ke permukaan, bahkan luka itu semakin menganga.
            “Al …?” keningnya berkerut, dia merasa terganggu dengan panggilan Chacha satu menit yang lalu.
            Mata sipitnya kembali berembun. Gadis dewasa berusia 28 tahun itu, kini berada di dalam kebimbangan. Membiarkan lelaki itu memeluknya begitu saja. Chacha tak pernah menduga bahwa dia akan kembali, kembali mengusik kehidupannya. Lelaki yang membuat dunianya berhenti berputar sejak tiga tahun lalu.
----------------------------------
1   Larangan keluar rumah dan bertemu dengan calon mempelai di saat-saat tertentu
    untuk calon pengantin dalam adat sunda. 
***
          Tiga tahun yang lalu, mereka kembali bertemu di tempat itu, sebuah restoran dengan arsitektur khas Eropa yang berada di jalan Braga. Tempat pertama kali Bayu mengutarakan seluruh isi hatinya kepada Chacha. Hari ini usianya genap dua puluh lima tahun. Dia merayakannya bersama Bayu dengan tema candle light dinner. Bayu tampak gagah dengan seragam dinas polisi yang masih dikenakannya. Dengan seikat bunga serta kotak kecil ditangannya, Bayu menghampiri Chacha yang terlihat anggun mengenakan gaun berwarna putih hasil rancangannya sendiri.
            “Selamat ulang tahun fashion designer-ku yang cantik,” Bayu menyerahkan bunga mawar putih itu kepada Chacha.
            “Makasih pak polisi.”
     Bayu menyalakan lilin dengan angka 25 itu untuk Chacha. Sedetik kemudian Chacha memejamkan matanya dan mengucap do’a serta harapannya. “Semoga setelah aku meniup lilin ini, Bayu akan melamarku,” ucapnya dalam hati. Lima detik kemudian, lilin itu mati.
            “Kamu minta apa barusan?”
            “Aku minta supaya kamu melamar aku sekarang …,” Chacha tersenyum, matanya berbinar penuh kebahagiaan “… Bay, Umurku udah dua lima, aku ini anak tunggal dan orangtuaku memintaku untuk segera menikah.”
            Bayu terdiam, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
            “Bay …,” Chacha memanggilnya, lembut.
         “Maafkan aku Cha, aku belum siap, aku masih ingin mengejar mimpiku, karirku masih panjang, begitupun kamu. Lagi pula aku masih terikat perjanjian dinas, aku akan terus berpindah-pindah tugas dari satu kota ke kota lainnya dalam tiga tahun ke depan …,” Bayu menghela nafas sejenak. Dia menatap mata Chacha yang mulai berembun.
         “Kalau kita menikah, aku mau kok ikut kamu pindah kemanapun itu, asalkan aku sama kamu.”
        “… Cha, sekali lagi maaf, aku belum siap. Sepertinya kita butuh rehat dulu deh dari hubungan ini. Mungkin kita sama-sama jenuh dan perlu introspeksi diri kita masing-masing, dan lebih memahami satu sama lain.”
            “Maksud kamu kita putus?” suara Chacha terdengar putus asa.
            “Bukan putus, Cha … kita cuma butuh waktu untuk jalan sendiri-sendiri.”
           “Berapa lama aku harus nunggu lagi, Bay? Kita pacaran udah sembilan tahun, dan kamu masih bilang kita butuh waktu untuk saling mengenal satu sama lain?”
           “Besok aku berangkat ke Kalimantan, setahun lagi aku akan kembali ke Bandung dan menemui kamu di sini,” Bayu mengecup kening Chacha dengan lembut.
            Satu persatu airmatanya mulai menetes. Hatinya teriris sakit. Bayu telah menghilang dari pandangannya, meninggalkannya dalam genangan airmata. Separuh jiwanya telah pergi, harapannya untuk menikah kini terkubur dalam-dalam. Sembilan tahun mereka bersama, namun Bayu masih belum yakin dengan cinta mereka.
***
            Menunggu, menunggu dan menunggu, itulah hal yang bisa dilakukannya selama dua tahun ini.  Tanpa tahu kapan dia kembali, Bayu tak pernah memberinya kabar apapun bahkan tak menepati janjinya. Sejak Bayu pergi, hidupnya berantakan, karirnya tertahan dan dunianya seolah terhenti tanpa ada perubahan sedikit pun. Chacha menatap dirinya di cermin, wajahnya semakin menua dan tubuhnya semakin kurus. Gaun berwarna hitam itu terlihat kebesaran ditubuhnya.
            “Selamat menempuh hidup baru ya, Win. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah,” Chacha memeluk sahabatnya itu dengan penuh haru. Untuk ke empat kalinya dia mengucapkan selamat menempuh hidup baru kepada sahabatnya.
            Keempat sahabatnya kini sudah menikah. Nadya menikah tiga tahun lalu dan memiliki seorang putri cantik bernama Marsha. Chika menikah dua tahun lalu, disusul Dina setahun kemudian dan kini Wina yang menggelar resepsi pernikahan mewah di hotel Aston, Braga Bandung. Dari kejauhan Chacha menatap sahabatnya itu di pelaminan. Wina sangat berbahagia hari ini. Sementara dia, dia masih menunggu cintanya untuk pulang.
            “Cha, kamu masih kenal sama cowok tengil ini nggak?” Chika menepuk pundak Chacha dan memaksanya untuk berbalik.
            “Al … mond?”
            Almond tersenyum, delapan tahun dia mencoba menghindar darinya, tapi kini dia tak bisa menghindar lagi dari Chacha. Almond adalah sahabatnya sejak kecil. Mereka terpisah saat Almond meneruskan kuliahnya di Yogyakarta.
            “Bayu, mana?” pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Almond.
            Chacha tersenyum samar “Dia tugas di Kalimantan”
            “Aku tinggal dulu ya, suamiku nyariin tuh,” Chika sengaja meninggalkan mereka berdua. Chika ingin Chacha tersenyum lagi bersama Almond. Chika menginginkan Chacha untuk melupakan Bayu.
            “Mau sampai kapan kamu nunggu, Bayu?”
            “Sampai kapanpun itu, aku akan tetap menunggu dia kembali.”
            “Kalau dia nggak akan kembali buat kamu?”
            “Bayu pasti kembali, dia pasti menepati janjinya … karena cinta tahu kemana dia harus pulang.”
            Almond tersenyum, pahit. Sejak SMA Almond telah menyayangi Chacha lebih dari seorang sahabat. Dan di saat itu pula Bayu datang dan membawa Chacha untuk menjauh darinya. Parahnya lagi, perasaannya itu tak pernah berubah sedikit pun sampai saat ini.
***
            Enam bulan telah berlalu sejak Almond kembali ke dalam kehidupannya. Harinya kembali ceria, dunianya mulai berputar lagi meskipun tak sekencang dulu. Almond yang berprofesi sebagai seorang dokter selalu meluangkan waktu senggangnya untuk menjadi model pakaian pengantin pria yang dirancang oleh Chacha.
            “Makasih ya Al, kamu sangat, sangat, sangat membantu pekerjaan aku.”
            “Apa sih yang ngga buat kamu …,” Almond menatap Chacha yang terlihat mulai gusar “ … sahabatku.”
            Chacha tertawa kecil “Gombal!”
            “Tapi, boleh dong nanti kalau aku nikah, kamu yang desain baju pegantinnya?” Almond kembali menggoda Chacha.
            “Boleh, aku diskon deh lima puluh persen, khusus sahabat terbaikku.”
            “Kok nggak gratis sih? Kan aku nikahnya sama perancangnya.”
            Chacha terdiam, hatinya kembali terusik. Bagaimana bisa dia menikah dengan Almond jika dia masih memikirkan Bayu.
            “Sebaiknya kamu pulang, Al”
            “Kenapa Cha? Kenapa kamu nggak pernah mau ngebuka hati kamu untuk aku?”
            “Dari dulu aku cuma nganggep kamu sebagai sahabat Al, nggak lebih!”
            Almond mengangguk-nganggukkan kepalanya. “Ok, aku tahu, aku sadar, aku nggak bisa membahagiakan kamu seperti Bayu membahagiakan kamu! Tapi satu hal, Cha … aku akan selalu ada untuk kamu, aku akan menunggu kamu sampai kapanpun itu, seperti halnya kamu yang menunggu Bayu kembali.”
            “Cukup, Al! Aku nggak pernah cinta sama kamu!”
            “Kamu bohong Cha, kalau kamu nggak cinta sama aku, jantung kamu nggak akan berdetak lebih kencang saat berada di dekatku.”
            “Pergi, Al!”
            “Ok, aku akan pergi, tapi kalau Bayu nggak pernah kembali untuk kamu dan cinta kamu tersesat. Kamu boleh datangi aku. Aku akan tunjukkan kemana seharusnya cinta kamu pulang.”
            Almond meninggalkan Chacha di tempat kerjanya, salah satu butik yang terkenal di Dago. Membiarkan Chacha dalam kebimbangan.
***
Enam bulan kemudian …
            Sejak hari itu, Almond benar-benar menjauh dari kehidupannya. Rumah mereka bersebelahan, tapi mereka bersikap seolah-olah tak saling mengenal. Hingga akhirnya membuat Chacha merasa kehilangan dan merasa cintanya mulai tersesat. Usianya sudah 28 tahun dan Bayu belum menepati janjinya. Membuat penantian panjangnya terasa sia-sia.
            “Cha, kamu kenapa?” Wina terlihat khawatir dengan sikap Chacha hari ini. Sejak tadi pagi dia hanya berdiri di depan boneka manikin berbalut gaun pengantin pesanan salah satu klien mereka.
            “Win, menurut kamu, mana yang harus aku pilih, Almond atau Bayu?”
            Wina tersenyum menatap sahabatnya itu “Cha, jawabannya ada di hati kamu, gunakan hati kamu untuk memilih, jangan kepala kamu.”
            “Kamu harus memilih Cha, sebelum kamu kehilangan Almond, atau bahkan keduanya,” sambung Chika.
            Entah mengapa kedua kakinya tiba-tiba saja ingin berlari. Berlari ke tempat Almond berada. Chacha menerobos hujan yang masih setia membasahi bumi sejak tadi sore. Dengan pakaian yang basah kuyup serta kakinya yang lecet karna berlari menggunakan sepatu high heels, dia tiba di depan rumah Almond.
            “Al, ada Chacha tuh di depan … dia hujan-hujanan loh, mama tanya dia cuma ngucapin nama kamu, mama ajak masuk juga dia nggak mau.”
            “Mama serius?” Almond mendekati mamanya yang berdiri di dekat pintu kamarnya.
            “Iya Al, mama serius!”
            Dengan tergesa-gesa, Almond menuruni anak tangga itu. Dia membuka pintu dan membawa sebuah payung ditangannya. Beberapa detik kemudian, wajah Chacha sudah terbenam di dalam pelukan Almond.
            “Jangan pernah tinggalin aku lagi, Al … aku sayang sama kamu,” ucap Chacha terbata-bata.
            Almond mengelus rambut Chacha dengan lembut “Aku nggak bakalan ninggalin kamu Cha, aku akan selalu ada untuk kamu.”
            Dua minggu kemudian mereka memutuskan untuk bertunangan dan mulai mempersiapkan rencana pernikahan mereka. Kini dunia Chacha kembali berputar dengan cepat.
***
            Lima belas menit telah berlalu, namun mereka masih diam membisu. Mereka duduk berhadapan dengan meja kaca sebagai pembatasnya.
            “Apa kabar, Cha?” suara Bayu memecah keheningan di antara mereka.
            “Tadinya sih baik, tapi semuanya berubah saat kamu datang.”
            “Aku minta maaf, Cha.”
            “Maaf? Kamu cuma bilang maaf? Setelah tiga tahun kamu ninggalin aku, janji sama aku dan nyuruh aku nunggu tanpa kabar apapun dari kamu!”
            “Asal kamu tahu Bay, setelah kamu pergi hidupku berantakan. Hidupku nggak terarah, karirku tertahan karena duniaku berhenti berputar setelah kamu pergi. Dan sekarang setelah duniaku kembali berputar, kamu datang lagi menemuiku, untuk apa, Bay? Untuk ninggalin aku lagi?”
            “Aku kembali karena aku sayang sama kamu, Cha. Cintaku memilih untuk kembali pulang ke hatimu, Cha.”
            “Kamu egois tahu, Bay!”
            Chacha mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Almond. Dia meminta Almond untuk datang ke rumahnya. Beberapa menit kemudian Almond tiba. Dia menyapanya dengan sebuah senyuman dibibirnya. Senyuman yang memudar secara perlahan saat melihat Chacha berlinang airmata.
            “Cha, kamu kenapa?” sedetik kemudian Almond melihat seseorang yang tengah berhadapan dengan Chacha.
            “Hei, Bay …,” Almond tersenyum, kaku.
           “Aku tunggu di luar aja ya, Cha?” Almond kembali meninggalkan mereka di dalam kesunyian. Tanpa mengkhawatirkan kejadian buruk yang mungkin terjadi.
            “Cha, aku mohon … Maafkan aku, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.”
            Airmatanya kembali menetes. Chacha beranjak meninggalkan Bayu dan menemui Almond dengan kepala tertunduk dan kedua tangannya meremas ujung kaus bergambar hello kitty itu. Almond mengangkat dagu Chacha dengan lembut. Meminta Chacha untuk menatap matanya. Almond tersenyum dan menghapus butiran airmata. Sedetik kemudian kedua tangannya sudah mendarat di pundak Chacha.
            “Kamu lucu kalau lagi nangis, matanya tambah merem terus idungnya merah kayak badut,” Almond mencubit hidung Chacha.
            “Apa yang harus aku lakuin, Al?”
            Almond kembali tersenyum “Jawabannya ada sama kamu, ada di hati kamu.”
            “Al, aku …,” ucapan Chacha terhenti saat Almond menempelkan telunjuknya dibibir Chacha.
       “Aku udah pernah bilang kan Cha … Kalau suatu hari nanti dia pulang dan kamu masih mencintainya, aku nggak papa. Aku bahagia jika orang yang aku cintai bahagia bersama orang yang dicintainya.”
     “Aku pulang ya …,” Almond mengecup kening Chacha dengan lembut kemudian meninggalkannya. Membuat Chacha semakin bimbang untuk membuat keputusan yang benar. Bayu memang masih ada di hati dan pikirannya. Namun, Chacha tak yakin jika dia masih mencintai Bayu.
***
       Akhirnya hari itu benar-benar tiba. Chacha terlihat cantik dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Wajahnya berbinar penuh kebahagiaan. Kini orang yang dicintainya akan selalu ada di sampingnya. Menemaninya sepanjang waktu dan tak akan membuat dunianya berhenti berputar lagi. Bersamanya, Chacha akan memulai semuanya dari awal. Meskipun Chacha harus mengecewakan salah satu di antara kedua pria tampan itu. Tapi Chacha yakin, hatinya tak mungkin salah dalam mengambil sebuah keputusan.
            “Selamat ya, Cha …”
            “Makasih Bay … dan …”
          “Maafin aku ya, Bay, aku nggak bisa sama kamu lagi, semoga kamu menemukan orang yang tepat.”
           “Iya, Cha … aku tahu kok, aku yang salah, aku yang bodoh udah ninggalin kamu gitu aja tanpa sebuah kepastian,” Mereka tersenyum, Bayu merelakan Chacha untuk Almond.
         Akhirnya Chacha memilih Almond sebagai pendamping hidupnya. Di saat separuh jiwanya pergi dan lupa kemana cintanya harus pulang … Chacha menemukan separuh jiwa yang baru dan selalu ingat untuk pulang. Cinta itu milik Almond. Dan Chacha tak akan melepaskan cinta itu hanya untuk cinta di masa lalunya. Cinta yang membuat menunggu di dalam keputus asaan dan membuat dunianya sempat berhenti berputar.
 



Voucher Gramedia | AIP Online Survey

     Lalalala gue bahagia banget. Akhirnya voucher buku Gramedia hasil penukaran poin gue tiga minggu yang lalu sudah tiba dengan selamat kemarin siang. Diantar pak pos sampai ke rumah, hahaha. Jadi gak sabar nunggu waktu yang pas buat ke Gramedia Bandung :3. Ini dia penampakannya.

    Thanks AIP. Survey yang benar-benar membayar, asalkan alamat yang kita tuliskan itu benar :)

Antologi Ke 24


24 Jul 2014

Antologi ke 23 sudah terbit


Telah Terbit
Buku dari event Warna-Warni di Pesantren (ff)

Judul Buku: Warna-Warni di Pesantren
ISBN: 978-602-1334-12-6
Penerbit: Pena Indis
Editor: Nitha Ayesha
Desain cover dan Layout: Fandy Said
Ukuran: 13 x 18 cm
Tebal: 142 Halaman
Harga Buku: 37.000 (Di luar Ongkir)
Harga Kontributor: 33.000 (Di luar Ongkir)

Pre Order= 23 Juli s/d 12 Agustus 2014

Cara Pesan:
Ketik: Judul Buku_Nama Pemesan_Alamat Lengkap_No.Hp_jumlah pesanan
Kirim ke: inbox fb Pena Indis atau Pena Indis II atau ke 082113883062 (Fandy Said)

Toko Buku Online Pena Indis: www.indhisbook.com

Sinopsis:

Aku mulai membuka rakaat pertama salat tahajudku. Kulantunkan ayat demi ayat dalam kekhusyukan. Ayat-ayat Al-Quran yang menciptakan getaran di relung-relung hatiku. Sebuah getaran yang muncul bukan semata-mata karena menghafal kalam-Nya, tetapi karena kalam-kalam itu perlahan telah mewarnai hatiku dengan keagungan cinta-Nya, hingga aku jatuh pada kenikmatan yang tiada tara. Rupanya kenikmatan seperti inilah yang membuat para santri tak pernah jemu dengan aktivitas ibadahnya. Kenikmatan yang didapatkan ketika sebuah ibadah tak lagi dirasakan sebagai suatu beban, melainkan sebuah kebutuhan. Kenikmatan ibadah yang dibangun atas dasar cinta pada-Nya. Sebuah cinta yang hakiki yang mewarnai setiap malam, khususnya di sepertiga malam terakhir. Warna-warni yang membuat langit pesantren telah berwarna bahkan sebelum fajar muncul. Warna-warni meneduhkan yang menenteramkan hatiku.

Kontributor:

Rahmi NS, Embun Tsauqi, Muhrodin “AM”, Melani Ika Savitri, Rere Zivago, Lenni Ika Wahyudiasti, Nikmatus Sholiha, Ika Mawarni, Fadhilatul Hasnah, Andrian Eksa, Ratna Juwita, Gorih Huka, Farida Salsabila, Ratnani Latifah, Ridha al-Maula, Ge Maulani, Asri Hanifah Putri, Sri Suparmi, Ditha A. Said, Siti Ratnawati, Nur Laili Hidayati, Nurul Fauziah, Sri Ayu Aulia, dan Yanuari Purnawan.
23 Jul 2014

Buka Bersama Saat Ramadhan - Essan 2008

Puasa dua ribu tiga belas, bulan yang penuh rahmat sekaligus sibuk mengurusi tugas akhir.  Bulan dengan jadwal buka bersama terpadat. Buka bersama pertama aku jalani bersama anak-anak fast track TI generasi pertama sebelum siangnya berburu dosen penguji dan pembimbing untuk revisi daan, Tuhan memang sangat baik dan memberi pertolongan tepat pada waktunya. Revisiku disetujui. Setelah buka bareng fast track, besoknya aku buka bareng TKJ A angkatan 2011 di Garut dan dua hari kemudian bersama anak SMP 1 angkatan 2008. Jebol lah keuangan bulan juli tahun 2013.
buka bersama saat ramadhan 


Buka bersama saat ramadhan ESSAN 2008 terselenggara atas kerja kerasnya Rani, alumni 3C. Aku sendiri cuma tahu orangnya aja plus namanya sih pas sekolah, soalnya dia terkenal satu sekolah. Dia yang merancang tanggal, tempat makan dan tempat foto untuk kita semua sendiri. Wonder woman deh dia, jempol banget. Setelah fix Rani mulai membuat postingan siapa yang akan hadir di acara buka bersama sekaligus reuni tersebut. 


Singkat cerita hari itu pun datang dan aku janjian sama mantan eh temen. Iya statusnya mantan sekaligus temen. Duh malunya setengah mati karena udah lama nggak ketemu dia. Cuma sesekali stalking dia di facebook, ngoahaha. Kesannya nggak tau malu gitu nebeng sama dia. Dan aku menyesali diri sendiri karena selain nggak punya motor, aku juga nggak bisa mengendarai sepeda motor. Alhasil bukber hari itu tergantung sama mantan eh temen. Dengan perasaan nggak enak aku pun diboncengin sama dia, kita ngobrol sepanjang perjalanan. Ya, sekedar say hai nanya kabar. Lebih banyak diemnya sih karena aku gerogi. 

essan 2008

Singkat cerita kita pun tiba di depan indah photo studio cicalengka, dulunya sih yunica. Sesuai perjanjian sebelum bukber kita semua akan foto-foto dulu. Lima tahun nggak ketemu banyak banget muka-muka yang sudah berubah atau mungkin dari dulu aku emang gak kenal sama mereka, ngoahaha. Kebanyakan yang berbeda itu pada wajah-wajah para cowok, ya termasuk si mantan eh si teman. Jelaslah sekarang kan udah dewasa. Ehem padahal aku mah masih childish.
.
Di sana aku say hai sama yang dikenal aja. Ada Novi mungil yang tetep imut-imut seperti saat di kelas delapan B, ada Rani yang makin kece, ada Desi, Eni, Rully, Ami, Risma, Shella, kemudian Asti yang datang terlambat. Nah yang cowok-cowoknya aku cuma mengenali wajah Opik, Dian, Ridwan, Lingga, Ilham, Adit, Faisal, Apen, Berry, Restu, Yudistira dan Rahmat yang nggak sempet foto. Selebihnya tahu muka tapi lupa namanya.


buka di by pass cicalengka

Setelah puas berfoto kita pun menuju ke tempat buka bersama di by pass cicalengka, seberang SMK Gunadarma Nusantara. Setelah sebelumnya memesan paket makanan dan minuman. Dan kami memutuskan untuk menikmati buka puasa secara outdoor ditemani lalu lalang kendaraan bermotor.

Sesekali aku numpang terkena jepretan kamera hape orang lain. Rasanya canggung banget setelah lima tahun tak berjumpa. Sambil berbuka kita pun menikmati alunan musik dari dalam cafe. Malah ada yang sempet titip salam buat cewek yang pake jaket jeans, padahal yang saat itu pake jaket jeans ada shella, Desi dan Asti. Ternyata ada juga yang masih memendam cinta dan titip lagu diem-diem hahahaa.



bukber 2013


bukber essan 2008

Setelah selesai makan sambil ngobrol sama temen sebelah, kami pun menutup pertemuan itu dengan berfoto di dalam cafe. 

ramadan 2013


foto ramadan 2013


Selanjutnya pulang ke habitat masing-masing. Ya, aku diboncengin sama dia lagi sampai depan pom bensin nyalindung dan itu terakhir kalinya dibonceng sama dia. Dan nggak banyak yang tahu kalau aku sama dia pernah jadian, termasuk anak-anak kelas F.

Baca Juga : Tentang Kelas XI F Angkatan 2008


Terakhir bulan puasa 2014 kemaren essan 2008 juga ngadain bukber di ponyo 8. Sayang aku nggak ikut karena yaaa... Sebagai pengangguran yang baru aja wawancara sana sini saat itu, uangku menipis dan harus dihemat untuk wawancara lainnya. Tapi aku sempat nyulik foto mereka dari group facebook essan 2008.

Bukber 2014 essan




Essan 2008 Bukber 2014


foto saat bukber


foto studio bulan puasa
Ridwan, Ilham, Berry, Restu, Dian, Wangsit, Adit, Yusuf, Opik, Lingga, Zevi, Rahmat


cewek essan 2008


Nova Ayu, Risa, Mirna, Dini, Dewi, Lusi, Risma, Erni, Umi, Sintia, Evi, Rani, Eni, Desi, Sepyana

Dan aku cuma bisa garuk-garuk tembok karena nyesel nggak ketemu sama mamih, Dini, Sintia dan Sepyana. Padahal udah lama banget nggak ketemu mereka. Eh ya yang mau kilasbalik seputar sekolah, ada yang lain lho di blog ini.
22 Jul 2014

Cara Mengubah Format DOCX ke DOC

File word berformat docx hasil ms word 2010 itu tetap bisa dibuka oleh versi pendahulunya, hanya saja kerapihan tulisan anda akan berubah. Seperti garis, tulisan menjadi berdempet tanpa spasi dan masih banyak lagi. Berbeda dengan file word pendahulunya yang dibuka pada ms word 2010. Oke ... tanpa berlama-lama lagi. Ini dia caranya.
1. Buka aplikasi ms word, di sini saya memakai versi 2010, kemudian pilih menu File, , atau biar lebih simple tekan saja ctrl dan s secara bersamaan dan langsung ke poin tiga
 cara mengubah format docx ke doc 

2. Pilih Save As

3. Perhatikan pada kolom save as type

4. Di sini kita klik panah di samping kanan,, pilih word 97-2003 Document
5. Kemudian klik save

6. Dan, lihatlah format filenya sudah berubah menjadi doc

Selain tips di atas, buat yang belum tahu berapa banyak kata yang sudah di ketik dan jumlah karakternya, bisa di lihat dengan cara mengklik word yang ada di sudut kiri bawah
Dan hasilnya adalah :
Selamat mencoba.

Gue Anak SMK

    Berhubung postingan tentang ROTI FASTA itu masih panjang banget nget nget ... akhirnya gue memutuskan untuk memposting tulisan dan foto-foto lain semasa putih abu-abu. Selain itu gue yang lagi kena flu ini, untuk kesekian kalinya kehilangan mood dan rasa percaya diri buat nulis cerpen atau sejenisnya. Di tambah lagi panggilan wawancara yang beruntun seminggu lalu tapi hasilnya masih nihil karena saingannya kece-kece abis -___-. Sepertinya jodoh kerjaan gue masih panjang nih. Jadi ... seperti biasanya, pelarian gue adalah blog dan sosial media. 
     Gue Anak SMK, yaak seperti judulnya gue dulu sekolah di salah satu SMK swasta yang cukup tenar di Garut, ituloh kota dodol, kota intan, Swiss Van Java yang sekarang udaranya nggak sesejuk dulu. Yang sekarang jalanannya sering macet. Tapi gue suka sama kota ini, lebih tepatnya gue jatuh cinta sama kota yang satu ini. Gue suka jalur angkotnya yang gak muter2 kayak di Bandung. Gue suka sama bunderan-bunderan di Garut ketimbang lampu merah di Bandung. Gue suka lapangan olahraga kerkhof yang banyak banget kenangan gue di sana. Gue suka makanan-makanannya yang masih murah meriah dan tentu saja gue suka sekolah gue.
     Tahun 2008 gue lulus dari SMPN 1 NAGREG dengan nilai yang cukup memuaskan. Gue gak bingung mau milih sekolah yang mana soalnya .... dari dulu gue pengen ngikutin jejak kakak gue. SD udah jelas sama deket rumah, SMP sama meskipun kepala sekolah sama nama SMP-nya udah beda. Dan pemberhentian gue selanjutnya juga akan sama SMK YPPT GARUT. Terkecuali jurusannya, karena gue gak disetujuin ambil jurusan OTOMOTIF hahahaha. Akhirnya karena gue dari SMP suka sama pelajaran komputer, akhirnya gue milih jurusan Teknik Komputer dan Jaringan yang gue gak tahu itu pelajarannya kayak gimana. Sebenernya sih gue pengen masuk jurusan Multimedia di SMK Negeri 1 Tarogong. Tapi gue males ikutan test, gue males dapet kekecewaan kayak kakak gue yang gak lulus dengan nilai yang kurangnya cuma seuprit 0,02.
      Singkat cerita, gue daftar kesana bareng mama dan kakak. Plus tetangga yang dulu se-SD se-SMP bahkan yang satunya sekelas juga sama gue pas SMP. Mereka ambil jurusan Otomotif sama Mesin. And you know what? yang dari jurusan mesin dia sukses dong ujian buat kerja di negeri sakura. Negeri yang gue impiin selama ini dan suatu saat nanti gue pengen kesana buat liburan. Yap ... semoga mimpi gue bisa terwujud. Sekarang dia udah dua tahun di sana. Jujur gue ngiri sama kesuksesan dia. Manusiawi kan kalau gue ngiri? gue sendiri yang lulusan D3 masih nganggur. Nyari kerja sana sini. Masih nyusahin orangtua sama kakak. Eh kok gue malah curhat lagi sih. Bodo ah, ini kan blog gue, mau gue jungkir balik pun gak masalah kak. yang penting gak ngehina siapa pun. Yang baca pun sedikit. Gue sebenernya pengen banget ikut tes ke Jepang. Cuman ... tinggi gue gak memenuhi persyaratan brooo hahaha. Nyesek abis deh. Sama kayak sekarang pengen ngelamar jadi teller bank, dan tinggi gue gak masuk itungan, ckckck

      Sejujurnya ya, orangtua gue itu ragu buat nyekolahin gue di sana, di Garut yang udah jelas beda kabupaten sama Bandung. Harus naik bus, elf, desek-desekan dan menempuh satu jam perjalanan. Apalagi kakak gue udah lulus waktu itu. Seperti biasanya kan gue masuk SMP, kakak gue masuk SMK, gue lulus SMP ya kakak gue juga lulus SMK. Mereka khawatir karena gue itu orangnya pemalu dan pendiem. CATET YA! emang kenyataannya gue pemalu dan pendiem. Untungnya sih diijinin juga. Pertama kali gue ke sana itu gue ngerasa lagi ada di rumah sakit. Soalnya itu sekolah rapi plus super bersih banget. Lantainya sering dibersihin sama penjaga sekolah yang jumlahnya nggak sedikit. Yeai, bayar uang bangunan terus ukur baju. Dan gue seneng banget sama seragamnya yang beda sama sekolah lain. Bukan abu-abu ... tapi lebih mirip cokelat gitu lah. Dan di sini cewek boleh pake celana kayak cowok kalau sekolah. Dan baju batik pas angkatan gue itu gambarnya baud, obeng, gergaji, disket.
Nih penampakan sekolahnya. 
 Tampak depan Jl. Nusa Indah No.33
 Gerbang Depan
 Koridor depan alias jalan untuk pulang dan masuk
Tiang Bendera, Lapangan Upacara, Tempat Parkir Pula
Ini jalanan menuju kantin kedua, kelas di aceh, gue sendiri gak tau kenapa dinamain aceh. yang pasti jauh banget dah letaknya dari gerbang depan. Kalau telat bisa gawat. soalnya gerbang belakang jarang di buka. Di sini gue bisa ngaca di samping bengkel otomotif, tapi kalau gak ada yang lagi praktek sih.
 Nih koridor belakang yang enak buat di pake nongkrong dan ngerjain tugas kelompok. Deket kantin kedua, ruang pmr, osis, plus di seberangnya ada perpustakaan.

 Ini koridor depan kelas di belakang. kelas yang sering dihuni 12 A TKJ 2011
 Ini dia ruangan kelas yang udah rapi dan bersih setiap kali masuk sekolah. Gue seneng duduk dibarisan ketiga deket jendela. Pas SMK gue gak perlu repot-repot bersihin kelas kayak waktu SD dan SMP.
 Ini  lapangan belakang. sekaligus tempat parkir juga sih
 Itu kelas gue ada di depan. Bukan kelas gue juga sih soalnya di sekolah ini kelasnya gak menetap. Ya, karna muridnya banyak banget perangkatan. Bahkan kalau lagi praktek masih suka ada kelas siang karena jadwal yang bentrok.

    Yang gue heran sih ini sekolah kenapa gak di lotengin aja, soalnya dari depan ke belakang itu jauh banget. Tapi sekarang sih akhirnya di loteng juga di deretan kelas yang ada di tengah-tengah, dulu sih ada tempat lompat jauh, sekarang gue gak tau dah, terakhir ke sana gak nengok kanan kiri. Dan sejak 2008 gue resmi jadi murid di sekolah ini. Mengenyam pendidikan 3 tahun di kelas 10D informatika, 11 dan 12A Informatika. Hingga akhirnya gue lulus di tahun 2011. yang jelasnya gue jadi punya banyak temen asal Garut. 

Kelanjutannya simak di 10 D Informatika Ya ...
21 Jul 2014

Aku Rindu Kalian

           

 //Semoga dirimu di sana kan baik-baik saja
    Untuk selamanya ...
    Di sini aku kan selalu, rindukan dirimu
    Wahai sahabatku// Rindukan Dirimu - Rio

I really ... really miss u, guys :3. Kalau kalian gak kangen juga gak papa hahahaha

        Untuk jarak dan waktu yang tak bisa lagi berdamai dengan kita. Untuk hati dan isi kepalaku yang masih tetap memikirkan semua tentang kita. Kutitipkan seluruh rindu yang bergemuruh dalam dada ini melalui angin. Angin yang semakin lama semakin berhembus kencang malam ini. Aku masih di sini, di tempat yang sama. Menatap langit penuh kekosongan. Menjalani kehidupan yang tak lagi sama tanpa kalian. Meskipun aku tak tahu, apakah kalian merasakan hal yang sama.
         Tawa, canda, kebahagiaan, kepedihan, kesakitan, kesusahan semua telah kubagi bersama kalian. Kalian yang mengisi lembaran-lembaran kosongku selama dibangku kuliah. Dua tahun kami bersama, berjuang untuk lulus dengan nilai terbaik. Tak jarang kami juga bertengkar dan terlibat adu mulut hanya karena masalah sepele. Masalah yang seharusnya tak perlu dipermasalahkan.
Menghabiskan waktu sepanjang hari bersama kalian adalah hal terindah yang pernah kurasakan. Menonton film drama Thailand hingga meneteskan air mata. Bahkan kami sering menghabiskan waktu kerja kelompok hanya untuk bercerita, tentang pacar, tentang mantan, tentang gebetan dan tentang impian kita masing-masing.
            “Mbak, ini gimana aplikasinya gak mau jalan,” rengekan Endah yang begitu khas saat mengerjakan tugas pemrograman.
            “Kasih kaki Ndah biar bisa jalan!” jawab Yunita dengan santainya.
            “Ih, serius mbak,” Endah kembali merengek.
            Percakapan itu masih terekam baik di dalam ingatanku, ingatan yang semakin hari semakin menua. Aku rindu, aku merindukan Endah yang sering tidak teliti dalam mengerjakan tugas, merindukan Yunita yang terkadang berlaku ketus, merindukan Apri yang pelupa dan senang bercermin selama berjam-jam. Karena kalianlah orang-orang terkonyol yang selalu sejalan dengan apa yang kupikirkan dan apa yang kuinginkan.
***
            Delapan bulan yang lalu kita telah berjanji untuk bertemu kembali suatu saat nanti. Bertemu sambil membawa mimpi-mimpi kita yang telah berhasil kita wujudkan. Bertemu untuk menuntaskan semua rinduku yang semakin lama terasa semakin menyiksa.
            Aku kembali memutar film-film yang pernah kita saksikan bertama. Cairan bening mulai mengalir dipipiku. Aku menangis, tapi bukan karena film itu. Aku menangis karena aku sadar, kalian sudah tak di sisiku lagi.
            “Ping!” ponselku bergetar, ada pesan BBM baru yang muncul.
            “Gil, coba liat foto temenku … masa wajahnya jadi mirip kamu gitu?” Yunita mengirimkanku sebuah foto melalui BBM.
            Bekat foto itu kami kembali berbincang cukup lama. Mengobati sedikit kerinduanku akan dirinya. Yunita adalah satu dari tiga sahabat terbaikku. Partner jahil dan biang ribut selama di dalam kelas. Dia telah terbang beribu-ribu kilometer jauhnya. Menyebrangi pulau untuk mengikuti tuntutan pekerjaannya.
            Akhirnya aku mengundang Apri dan Endah untuk masuk ke obrolan kami. Sudah lama sekali kami tak memiliki waktu untuk berbincang seperti ini. Meski hanya berbincang melalui aplikasi BBM.
            Yunita                         : “Miss kalian. Di sini gak bisa tidur sembarangan lagi!”
            Aku                             : “Miss u too … Hahaha padahal kalau di kelas kan tukang tidur, ambil posisi duduk di belakang komputer langsung tidur.”
            Endah                          : “Kangen kalian. Tumben kamu nggak kerja mbak Yun?”
            Yunita                         : “Biasa kerjaannya di serahin ke staff. Hahahaha”
            Aku dan Endah           : “Buseet … enak dah yang punya staff! Keren … keren”
            Apri                             : “Giliran mbak Yunita ya yang jadi anak rantau.”
            Aku                             : “Iya, ngikutin mbak Apri tuh!”
            Kami kembali membahas kekonyolan demi kekonyolan yang kami lakukan selama masih kuliah. Menertawakan semuanya diwakili oleh sebuah emoticon. Selama ini kami sibuk menyusun puzzle kehidupan masing-masing. puzzle yang semakin lama semakin terasa rumit. Aku hanya ingin kalian tahu bahwa aku merindukan kebersamaan kita. Merindukan kalian sebagai pendukung keduaku dalam mengikuti lomba menulis. Aku selalu berandai-andai jika kantung doraemon atau pun pintu kemana saja itu ada. Aku ingin kalian berada di sini walau untuk beberapa detik saja. Teruntuk rindu yang hanya bisa terucap melalui sosial media. Teruntuk kalian yang sedang sibuk mengejar mimpi. I miss you so much, Apri, Endah, Yunita.