11 Sept 2017

50 : 50 Naik Elf

Hai, Gilang balik lagi dalam edisi curhat fifty : fifty nggak pake phone a friend apalagi ask the audience. Eyakali kuis ya itu mah. Nyahaha. Kali ini mau curhat enak dan nggak enaknya pake moda transportasi umum darat yang biasa disebut elf kalau di daerah aku mah. Iya, nggak tahu kalau di daerah yang lain.

Elf ini, lebih besar dan tinggi dari angkot tapi lebih kecil dari bus mini. Mirip travel bentuknya, tapi ya lebih sempit dari travel. Lha, membingungkan ya? Okelah aku habis nanya mbah gugel. Nemu deh nih gambar elf jurusan St. Hall - Ciamis yang sumbernya dari twitter : @deni_asari


Elf favorit aku nih kalau mau pergi atau pulang ke dan dari stasiun Bandung (St. Hall) menuju Nagreg tapi nggak keburu ngejar jadwal kereta lokal. Ciri khasnya itu ada tulisan BP yang ditebal dan miringkan berwarna merah.

Jadi, aku kenal moda transportasi darat yang satu ini sejak memutuskan untuk mengikuti jejak sekolahnya kakak. Berarti sekitar 9 tahun yang lalu. Ya, saat memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Garut dan nggak pake ngekost. Sejak saat itulah harus terbiasa naik elf dan bus.

Di awal banget naik bus, pas lagi masa orientasi mah sempet mabok (mabuk perjalanan). Terus pas turun bingung kaki yang mana duluan dan harus menghadap ke mana. Lama-lama ya terbiasa juga, da mau kumaha deui atuh. Bisa karena biasa tea geningan plus bisa karena maksakeun. Tapi yang pasti enaknya naik elf dan bus pake seragam mah ongkosnya murah. Dulu berapa ya, asa Rp. 2.000,- Lha coba duarebu sekarang, cukup naik angkot jarak deket doang sama naik ojek online dari stasiun Bandung ke Braga pas lagi promo.

Elf yang aku tahu (sering lihat di jalan dan pernah naik) ada yang pake nama samaan (nama brand elf) terus warnanya seragam. Ada juga yang misah sendirian. Kalau yang pake nama samaan tuh kalau jurusan Cicaheum - Pamengpeuk (Enk Ink Enk, warnanya biru tua), LW Panjang - Cikajang ((Rapih, warnanya rata-rata hitam. Ada yang biru, hijau sama unyu eh ungu juga tapi langka), (GMT), (Mekar Tani), (ANP), (Giri Jaya). Ada juga Powerfull. Nah, di antara elf yang namanya sering banget terlihat karena banyak ini, ada salah satu yang aku cirian (tandai) karena kapok.

Jadi, 50 : 50 naik elf versi aku adalah di bawah ini :

1. Cepat,
Memang nggak semuanya sih, tapi yang aku tulis di atas rata-rata emang cepat. Nggak banyak ngetem (nunggu penumpang). Malah seringnya kelebihan penumpang. Ada sih satu yang nggak begitu di atas situ. Tapi aku nggak mau nyebut ah, bisi pencemaran nama baik ke teh. Tapi konsekuensinya dari cepat, tahu dong apa. Deg-degan. Kayak naik roalercoaster tahu. Apalagi kalau mereka ketemu nama yang samaan. Udahlah sopirnya suka langsung ngebut. Tapi ngebantu sih kalau lagi rusuh walaupun deg-degan.

Selain sebagian besar cepat karena ngebut, ada juga yang suka motong jalan kalau macet. Sekali lagi ini membantu kalau aku kebetulan lagi buru-buru.

2. Ongkosnya nggak menentu,
Ini sama aja sih ya kayak angkot. Tergantung supir, atau kalau ada kenek (kondektur) nya. Yang aku sebutin di atas ongkosnya hampir seragam, ada satu sih yang menyebalkan. Baiknya sebelum naik tanya-tanya dulu ke orang yang sering naik elf, supaya bayarnya uang pas aja (bilang juga naik dari mana dan mau berhentinya di mana). Kalau dikasih uang pas tapi masih minta lagi. Kasih aja kalau mintanya wajar kalau nggak sih nggak usah. Aku mah sok bilang biasa nage sakitu, artosna pas-pasan teu aya deui (Biasanya juga segitu, uangnya pas-pasan, nggak ada lagi). Dan pake bahasa Daerah ya. Habis dibegitukan ada dua tipe supir dan kenek sih (ya, kadang ada elf yang nggak ada keneknya). Tipe ngedumel atau ya udah diem.

Aku terhura eh terharu sih pas akhir tahun 2013 gitu baru pertama kali naik ANP, berhenti di Moh. Toha. Aku kasih 20ribu dikembalian 13ribu. Padahal keneknya masih muda. Ya, kadang kalau naik yang nggak namanya samaan mah, dikasih 10ribu aja masih minta lagi.

Dan ongkos elf ini bisa naik tiba-tiba saat weekend dan musim liburan.

Aku pernah ngemaki-maki itu kenek elf xxxxxxxxx dalem hati tapi. Waktu pulang sekitar jam 9 dari Moh Toha. Udah ngetem. Ke Nagreg ongkosnya 35ribu. Kan jahad. Lagipula Nagregnya juga yang berbatasan sama Warung Lahang. Akhirnya kapok dan nyarinya elf jurusan Tasik aja kalau dari Moh. Toha malem-malem. Paling disamain sama ongkos ke limbangan 15ribu.

3. Harus tahu tanda memberhentikan dan jeli,
Jadi, nih selama bertahun-tahun sering naik elf, aku jadi bisa membedakan gimana caranya supaya nggak salah naik jurusan. Minimal tahu dulu deh cara mau ke Tasik atau ke Garut. Ke Caheum atau ke Leuwi Panjang.

Kalau ke Garut itu acungkan jari telunjuk ke depan sambil terus digerakin cepat sampai elfnya berhenti. Kalau ke arah Tasik atau Ciamis gerakin jari telunjuknya ke belakang. Tapi masih tetep harus jeli lho ya kalau mau ke Tasik atau Ciamis mah. Iyalah. Kalau mau ke Tasik sih bisa aja naik Ciamis. Kalau mau ke Ciamis tapi naik Tasik jadinya dua kali keleus. Pastikan aja sebelum naik, itupun kalau keneknya nggak bohong. Banyak lho soalnya yang bilang ke Cikajang atau Pamengpeuk tapi cuma sampe Garut terus dioper. Dioper doang sih mending. Ditagih ongkos laginya yang nggak enak.

Kalau ke Cicaheum sama Leuwi Panjang juga begitu. Ke Cicaheum sama kayak ke Garut dan ke Leuwi Panjang sama kayak ke Tasik atau Ciamis. Tapi lagi-lagi harus jeli juga nih. Soalnya tanda antara ke Leuwi Panjang sama Stasiun Bandung juga sama. 

4. Suka menjejalkan penumpang,
Hampir sama sih kayak angkot. Kapasitas sekian eh penumpangnya sekian. Nggak sih ya, angkot sekarang jarang yang penuh kayak jaman dulu. Elf juga jarang penuh kalau nggak di jam-jam berangkat kerja, atau musim liburan. Tapi pas penuh, udahlah itu kursi yang mestinya 4 harus jadi 5. Di depan pun normalnya bertiga sama supir, kadang bisa berlima. Belum lagi yang berdiri sesak di pintu.

5. Asap rokok bertebaran,
Sama juga kayak angkot, di elf juga gitu. Angkot masih mending kalaupun penuh nggak sesak-sesak amat. Lha elf. Entah itu penumpang, sopir atau keneknya. Ada aja yang ngerokok pas duduk berdesakan gitu. Rasanya pengin punya jurus menghilang seketika. Jangankan asap rokok, bau badan orang aja udah bikin puyeng lho. Terus ke baju juga jadi bau. Tapi nggak semua elf sih.

6. Nggak terjadwal jadi ada setiap waktu,
Nggak tahu jadwal tepatnya mulai jam berapa dan selesai jam berapa, tapi aku pernah berangkat setengah 5 pagi mau ke Bandung, dan setengah 5 pagi mau ke Garut udah ada. Terus pulang dari Moh. Toha jam 9 - 10 malem masih ada (tapi jarang sih). Tapi kalau di jam 12 siang ke atas frekuensinya mulai berkurang. Beda sekitar 15 menitan gitu antara elf satu dan lainnya. Nggak sebanyak jam kerja dan pulang kerja.

Jadi, lebih banyak enak apa nggak enaknya nih? Tetep 50 : 50 kok. Berlaku juga sih buat moda transportasi yang lain. Nanti kubahas satu-satu ah. Kamu yang nggak sengaja terdampar di sini jangan bosen ya.

Tapi yang pasti, elf dengan nama apa pun, tetep baik ongkosnya kalau sama pegawai pabrik dan anak sekolah. Sama tukang dagang asongan juga (nggak dimintain ongkos ataupun barang dagangannya).

8 comments

  1. Iya, katanya kalau mau mabok-mabokan tinggal naek elf weh. Sakali naek langsung keblingerrrrr

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi buat yang belum terbiasa sama lagi nggak sehat mah emang bikin mabok teh

      Delete
  2. Jadi bayangin susah gerakin tubuh kalau penumpang penuh :)

    ReplyDelete
  3. dulu pas masi tgl di Majalengka klo ke Bandung naik elf bah bener2 kudu minum antimo teh wkwkwk aku mah kapok akhirnya mending naik bis ga mau lagi da komo klo bejubel ih bau tujuh rupa nyak asep nyak bau kelek dor dar pisan 🤣😂🤣😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba mun bau tujuh rupanya bau kembanh ya teh hahaha

      Delete

Tinggalkan komentar ya, supaya aku bisa mengujungi situs milikmu. Diharapkan jangan menyimpan link hidup di kolom komentar karena otomatis akan dihapus. Terima kasih :)
EmoticonEmoticon