Kehilanganmu Di 2019

By Gemaulani

Beberapa hari yang lalu, kamu berkelakuan aneh. Dari mulai tidur seharian, menghilang, muncul lagi dan kalau habis makan langsung pergi lagi entah ke mana. Namun, dua hari lalu, kamu menghilang selama satu hari satu malam.
kehilanganmu di 2019
Panik, sampai jam sepuluh malam, aku dan mama bahkan masih berusaha mencarimu, dilanjut paginya. Kamu tetap tidak ada. Kami pun pasrah. Hingga menjelang dzuhur, kamu pulang dalam keadaan terlihat lemas dan mulutmu kotor dan sedikit berbau. Aku berusaha membersihkannya. Kamu tidak mau makan, tidak mau minum. Dipaksa minum pun keluar lagi dalam bentuk lendir. Aku terus mengelapnya menggunakan tisu. 
Kamu berdiam diri di kamar mandi, tiduran, tapi tidak seperti biasa yang kamu lakukan. Lalu, menjelang ashar, kamu masuk sendiri ke dalam rumah, kamu sedikit bersuara, saat didatangi, kamu mendekat, dan tidur di dekat kakiku. Dan mama mengambilkan kain untuk alasmu tidur. Kamu tampak kesulitan tidur.
Sebelum magrib kamu kembali ke kamar mandi, dan pipis di sana. Selepas maghrib, kamu muntah cairan. Kamu diam lagi di lantai kamar mandi, lalu kupangku kembali ke alas kain untuk kamu tidur. 
Menjelang isya, badanmu kurasakan sudah sedikit mengeras, tidak lentur seperti biasanya. Kamu tidur, tapi mata sebelah kirimu sedikit terbuka meskipun sudah kucoba untuk menutupnya. Sambil elus-elus kamu, aku bilang,
Foto pertama dan terakhirmu di 2019
“Aku ingin Jibo sembuh, sehat lagi. Biar aku tetap ada teman. Tapi, kalau Jibo mau pergi, aku juga gak pa-pa. Aku ikhlas, Jibo pergi aja biar enggak sakit lagi. Aku enggak tega lihat Jibo begini.”
Sekitar pukul tiga pagi, aku mau ke kamar mandi. Kamu sudah ada di atas kursi, ditutupi kain. Kamu sudah terbujur kaku. Seluruh badamu keras, dan sudah tidak bernapas. Aku tanya mama, katanya jam 12 malam, saat mama melihatnya. Kakimu seperti sedang menendang-nendang. Mungkin sedang melepaskan nyawamu. Dan lewat jam 12 malam. Kamu sudah pulang kembali pada pada-Nya.
Begitu singkat kamu bersama kami. Bulan ini, kurang lebih sepuluh bulan kamu bersama kami. Jibo, kucing yang paling nurut dan mengerti saat kami berbicara padanya. Hai Jibo, terima kasih telah hadir di rumah kami. Terima kasih sudah menjadi teman yang menyenangkan dan membuatku tertawa. Maaf, kalau selama ini kami, terutama aku banyak salah. Maaf, belum bisa memberikan yang terbaik selama kamu bersama kami.
Aku sudah ikhlas, tapi maaf masih menangisimu Bo. Sebelum subuh, aku bahkan memimpikan kamu hidup lagi. Lari-lari lagi. Aku akan merindukanmu, Bo. Suaramu, tingkahmu. Melihat kamu tidur, makan banyak, main di tanah yang masih basah sampai bulunya kotor, mangku kamu, tidur sama kamu.
Rasanya kamu masih ada di sini, Bo. Kamu tidur di sebelah aku macam anak bayi. Tidur di sandaran kursi, di atas televisi, di atas meja dapur, di dekat magic com, di kayu dapur, terus kadang kamu menunggu aku kalau lagi BAB, menunggu aku dan mama selesai sholat. Rasanya semakin sepi tidak ada kamu, Bo. Aku akan rindu gimana kamu suka menempelkan kedua tanganmu pelan di wajahku, Bo.
Mungkin, di pagi terakhir kamu makan dan pergi sembari beberapa kali mengeong, kamu berpamitan mau pulang ya, Bo? Hai Jibo, Hai Jibo, si kucing kecil ramah. Kamu pasti sudah bahagia sekarang.
Terima kasih Jibo, kepergianmu semakin mengingatkanku bahwa kematian itu begitu dekat. Tidak kenal usia, dan bisa mendadak.

Tinggalkan komentar