Pengalaman Pertama Datang ke Pernikahan Mantan
Ini bukan kali pertama aku mendapatkan undangan pernikahan mantan. Termasuk undangan dari mantan. Sebelum ini juga udah pernah diundang. Dari diundang melalui pesan pribadi, tag di media sosial dan grup kelas. Enggak ada yang ngirim ke rumah karena para mantan enggak tahu alamat lengkapku sekalipun ada yang pernah mengantar pulang hingga rumah. Kalau dipikir-pikir yang tahu alamat lengkap ya kurir paket hahaha. Nah sampai di sini, aku enggak pernah membayangkan akan punya mantan di kelas yang sama saat sekolah. Walaupun begitu ku bersyukur sih, setelah hubungan berakhir, semuanya baik-baik saja. Tetap berteman. Lalu mengapa ini jadi pengalaman pertama datang ke pernikahan mantan. Soalnya undangan-undangan yang sebelumnya enggak aku datangi. Bukan, bukan karena yang ini spesial ataupun aku masih punya perasaan lebih dan kemudian aku ingin menghancurkan pesta pernikahannya ya kali sinetron ah. Melainkan karena yang sebelum-sebelumnya aku enggak ada temen buat datang dan dulu itu aku masih diposisi tomboy bajuku semuanya t-shirt dan celana jeans. Ya masa ke undangan pakai jeans dan t-shirt. Padahal kalau dipikirkan saat ini, ya bodo amat! Yang penting nyaman aja, dan masih termasuk sopan karena tertutup kan. Jadi aku kemarin ke nikahan mantan pakai apa. Pakai Gamis warna abu-abu yang setelah beratku turun beberapa kilogram itu gamis jadi tambah panjang. Kalau jalan harus sedikit diangkat biar enggak terinjak. Sepatunya pakai sepatu kasual karena ku sedang malas pakai higheels ataupun wedges apalagi naik bus ke Garut. Pulang-pulang pegalnya bisa sampai seminggu dua minggu. Kan males. Selesai dari undangan lanjut menengok teman yang baru lahiran. Di sanalah pertanyaan seseorang tentang perasaanku melihat mantan menikah terdengar. Baca Juga : Merancang Pernikahan Impian “Gilang, gimana perasaannya Idan, nikah?” *temen kepo Aku ketawa aja sih sambil bilang alhamdulillah. Aseli da aku mah malah seneng kalau mantan-mantan udah pada nikah teh. Alhamdulillah, itu artinya mereka udah menemukan tulang rusuk yang pas dan berproses menyempurnakan separuh agama mereka. Lagipula cerita cinta kami udah berakhir sejak masih duduk di kelas sebelas. Hubungannya juga enggak lama. Ku bahkan enggak inget itu putusnya tanggal berapa, bulan apa. Kalau kenapanya sih sepertinya aku yang bersalah lha jadi throwback. Kemarin itu aku datang ngaret dari jadwal janjian bersama beberapa teman pria. Ya gimana yang perempuan mah banyak yang berhalangan hadir. Ada yang di luar kota, ada yang baru lahiran, ada yang kesehatannya baru membaik dan ada yang duluan. Coba itu aku mengulang kata “ada yang,” nya berapa kali. Tapi kalau kamu menghitungnya pun enggak akan kukasih hadiah hehehe. Aku udah sengaja datang ngaret karena berkunjung ke rumah salah satu sahabat dulu. Ya kan, sekali ke Garut, 2-3 tempat terkunjungi. Karena jarak Nagreg-Garut itu lumayan gengs. Belum sekarang mah eta Kadungora depan pasarnya sering banget macet. Oke sekip. Walaupun udah memasuki waktu ngaret tapi tetap aja aku yang datang duluan. Kan kzl. Sampai 30 menit itu manusia-manusia sukses belum datang juga. Akhirnya ya udah kumemutuskan untuk melangkah maju ke pelaminan (baca : salaman). Salaman sama keluarga mempelai duluan, mau lanjut eh ada sesi foto sama temennya dulu itu. Menunggulah aku di atas pelaminan untuk beberapa saat. Baca Juga : Sebentuk Cinta Tak Termiliki Akhirnya salaman juga gengs. Pertama salaman sama mantan yang bilang terima kasih udah datang dan nanya datang sama siapa. Sama barudak aku bilang, tapi belum datang hahaha. Lanjut salaman sama istrinya dan mengucapkan selamat. Lanjut salaman lagi sama keluarga mempelai dan turun menuju ke tempat makanan. Enggak ada perasaan canggung aka awkward kok saat salaman itu. Biasa aja karena udah sering salaman kalau ketemu di bukber, dan kondangan temen lain, termasuk sama istrinya yang sejak mereka pacaran emang sering ikut ngumpul. Jadi, salaman saat dia dan istrinya di pelaminan ya enggak ada bedanya dong. 15 menit kemudian barulah itu manusia-manusia sukses …